Mungkinkah Indonesia Bebas Kusta
[KBR|Warita Desa] Jakarta | Pekan akhir Januari, setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Kusta Internasional.
Namun, Indonesia belum bebas kusta. Penyakit purba ini masih ditemukan di beberapa daerah. Bahkan Indonesia termasuk negara dengan peringkat ketiga total kasus baru di seluruh dunia. Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit ini dan dampak yang ditimbulkannya dianggap menjadi salah satu faktor mengapa penyakit ini masih ada hingga sekarang.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) punya target mengeliminasi kusta pada 2020. Berbagai upaya dilakukan Kemenkes dengan mengajak masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, serta meminta masyarakat untuk berobat jika ada tanda-tanda kusta.
Salah satu lembaga yang fokus pada isu ini adalah NLR Indoensia (Netherlands Leprosy Relief). Lembaga ini adalah pelopor dalam mempercepat dunia tanpa kusta dan lingkungan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. NLR berusaha mendukung program-program pemerintah saat ini dengan kegiatan inovasi yang baru.
Menurut Technical Advisor untuk Penanggulangan Kusta NLR Indonesia dr. Christina Widaningrum, M.Kes salah satunya kegiatan inovasi baru itu adalah mendorong tercapainya “Three Zero”. Yaitu Zero Transisi, Zero disabilitas dan Zero Eksklusif. Termasuk menyebarkan informasi soal pemberian obat dan pencegahan.
“Jadi transisinya diputus, tidak ada yang cacat dan penderita kusta jangan distigma dan dikucilkan,” kata Christina di Program Ruang Publik KBR, Senin (27/01/2019).
Ia menambahkan, berdasarkan data pemerintah, masih ada sekitar delapan provinsi yang masih endemis kusta. Daerah itu ada di Pulau Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Salah satu sebabnya daerah-daerah tersebut tertinggal dan sulit dijangkau sehingga informasi sulit masuk.
Kusta juga banyak menyerang masyarakat yang kurang mampu. Asupan gizi yang kurang membuat daya tahan tubuh pun kurang sehingga mudah terkena kusta.
Melihat kondisi itu, menurut Christina target pemerintah mengeliminasi kusta pada 2020 sulit tercapai.
“Agak sulit tercapai, tapi kita tetap berusaha, semoga atas dukungan semua masyarakat dan tentu saja pemda bisa mencapai target itu. Peran media juga diharapkan dapat menyebarkan informasi yang benar tentang kusta,” harapnya.
Mengenal Kusta
Kusta adalah penyakit yang menyerang kulit, sistem saraf perifer, selaput lendir pada saluran pernapasan atas, serta mata. Kusta bisa menyebabkan luka pada kulit, kerusakan saraf, melemahnya otot, dan mati rasa.
Penyakit kusta ada dua macam, kusta basah dan kusta kering.
Kalau kusta kering, tandanya ada bercak-bercak berwarna putih seperti panu, tapi jumlahnya sedikit dan mati rasa. Jika terkena api atau tertusuk peniti, tidak berasa. Pemulihannya bisa dilakukan dengan minum obat secara rutin hingga 6 bulan.
Sedangkan, pada kusta basah, bercak-bercaknya tumbuh dalam jumlah yang banyak dan berwarna kemerahan, serta ada penebalan kulit. Pemulihannya lebih lama dari kusta kering. Bisa sampai 12 bulan dengan minum obat secara rutin.
Kusta disebabkan bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini ada dimana-mana, bukan hanya bisa berkembang pada hewan tapi juga di dalam tubuh manusia, salah satunya hinggap di hidung atau jalur pernafasan. Bakteri ini ditularkan melalui udara atau pernafasan. Jika tinggal serumah dengan penderita kusta, kemungkinan tertular.
Meski begitu, menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, dr. Wiendra Waworuntu, M. Kes, penularan tak langsung terjadi. Bisa saja jika saat ini seseorang kontak dengan orang yang punya penyakit kusta, 2 sampai 3 tahun bahkan 10 tahun lagi penyakit ini baru muncul di tubuhnya.
Jadi, Anda tidak akan tertular kusta hanya karena bersalaman, duduk bersebelahan, duduk bersama di meja makan, atau bahkan berhubungan seksual dengan penderita. Kusta juga tidak ditularkan dari ibu ke janin.
“Tak semua orang yang yang kontak dengan penderita kusta, serta merta akan terkena kusta, hanya 5 persen saja yang tertular. Misalnya,dari 100 orang yang kontak, 95 orang sehat
, 5 orangnya kena. Dari 5 orang itu, 3 orang yang tertular bisa sembuh sendiri dengan gizi yang baik, dan dua lainnya sakit dan perlu pengobatan,” jelasnya.
Bakteri ini memerlukan waktu 6 bulan hingga 40 tahun untuk berkembang di dalam tubuh. Tanda dan gejala kusta bisa saja muncul 1 hingga 20 tahun setelah bakteri menginfeksi tubuh penderita.
Bakteri ini tumbuh pesat pada bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah, kaki, dan lutut. Kalau terlambat diobati, akan menyebabkan cacat tubuh, seperti jari membengkok, luka, atau bahkan putus, mata tidak menutup dan kaki melemah.
Ada beberapa faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk menderita penyakit Kusta, di antaranya:
- Melakukan kontak fisik dengan hewan penyebar bakteri kusta tanpa sarung tangan
- Tinggal di kawasan endemik kusta
- Memiliki kelainan genetik yang berakibat terhadap sistem kekebalan tubuh
Pengobatan Kusta
Untuk pengobatan, penderita kusta harus diberi kombinasi antibiotik selama 6 bulan hingga 2 tahun. Jenis, dosis, dan durasi penggunaan antibiotik ditentukan berdasarkan jenis kusta.
Bisa saja dilakukan pembedahan, sebagai proses lanjutan setelah pengobatan antibiotik, agar bisa menormalkan fungsi saraf yang rusak, memperbaiki bentuk tubuh penderita yang rusak dan mengembalikan fungsi anggota tubuh.
Untuk mengurangi banyaknya penderita kusta, pemerintah dan masyarakat harus aktif mendeteksi penderita kusta dan mengobatinya, dan turut serta meluruskan stigma dan mencegah diskriminasi terhadap penderita.
Selain itu, penularan ini pun bisa saja terjadi, karena si penderita kusta tak menyadari kalau ia menderita kusta, hingga tanpa disadari ia menyebarkannya ke orang lain.
“Sampai sekarang kusta belum ada vaksinnya. Obatnya hanya MDT (Multydrug teraphy). Obat ini bisa ditemukan di puskesmas dan gratis. Semua petugas puskesmas sudah dilatih untuk mengobati penyakit kusta. Kusta harus diobati selama 6-12 bulan,” ujar dr Wiendra.
Namun, meski dinyatakan sembuh, kata Wiendra, paling tidak 2 hingga 5 tahun masih dalam pengawasan petugas. Karena selama masa itu masih ada reaksi dari kusta. Hal ini tetap harus diobati meski bukan dengan pengobatan kusta.
Untuk menghindari kusta, Wiendra menyarankan, memeriksakan diri secara teratur untuk mengetahui secara dini penyakit kusta. Mengkonsumsi makanan bergizi, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta olahraga yang teratur juga bisa menghindari penyakit kulit ini.
Selain itu, diperlukan juga penanganan dengan cepat dan menemukan penderita sedini mungkin, baik itu ditemukan oleh petugas kesehatan atau dari keluarga sendiri.
MITOS KUSTA
Masih banyak masyarakat Indonesia yang mengidap kusta. Masih banyak pula yang percaya dengan mitos-mitos soal kusta. Padahal mitos tersebut belum terbukti kebenarannya.
Ini dia mitos penyakit kusta yang sampai sekarang masih beredar di masyarakat:
1. Kusta adalah kutukan
Penyakit kusta bukanlah kutukan, namun penyebabnya adalah infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Biasanya bakteri ini menginfeksi tubuh dengan cara masuk melalui permukaan kulit atau lendir saluran pernapasan.
2. Kusta Bisa Membuat Jari Kaki dan Tangan Hilang
Orang dengan penyakit kusta, memang biasanya jari-jari tangan dan kaki mereka tidak normal. Tapi itu terjadi karena infeksi bakteri yang hinggap di bagian jari tangan maupun kaki. Infeksi bakteri ini menyebabkan jari tangan dan kaki menjadi kaku dan akhirnya mati rasa.
3. Kusta mudah menular dan mewabah
Kusta memang bisa menular, tapi penularannya tidak mudah. Jika saat ini seseorang kontak dengan orang yang punya penyakit kusta, 2 sampai 3 tahun bahkan 10 tahun lagi kemungkinan penyakit ini baru muncul di tubuhnya.Namun, jika Anda memiliki daya tahan tubuh yang kuat, akan terhindar dari penyakit ini.
4. Kusta tak bisa disembuhkan
Penyembuhan kusta malah cukup mudah, namun membutuhkan waktu yang lama. Orang dengan kusta akan mendapatkan antibiotik khusus untuk mematikan bakteri sekitar 6-24 bulan.
5. Pengidap Kusta harus dikucilkan
Kalau cuma berjabat tangan atau melakukan kontak fisik lainnya dengan orang yang
terkena kusta, tak akan serta merta terkena kusta. Apalagi jika penderita kusta itu sudah menjalani pengobatan, maka penyakitnya sudah tidak dapat menular.
Orang dengan penyakit kusta justru membutuhkan dukungan dari orang-orang sekitarnya ketika menjalani pengobatan.
6. Kusta hanya menyerang lansia
Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, walaupun usianya masih muda. Namun, memang bakteri penyebab kusta memiliki masa inkubasi yang lama, sehingga baru akan menimbulkan penyakit setelah sekian lama. Jadi, kebanyakan baru terdeteksi ketika sudah tua.
Oleh : Eka Jully
Sumber: alodokter.com, hellosehat.com