Terancam Bangkrut, Pengrajin Manik-Manik di Jombang Tolak Pencabutan Subsidi Elpiji Melon
[KBR|Warita Desa] Jombang | Rencana Pemerintah yang akan mencabut subsidi epliji ukuran 3 kilogram, mendapat reaksi keras dari kalangan pengrajin manik-manik di Desa Plumbon Gambang Kecamatan Gudo, Jombang, Jawa Timur, Kamis (23/1/2020). Selain menolak, para pengusaha tersebut berharap agar Pemerintah membatalkan rencana kenaikan harga elpiji melon ini.
Salah satu pengrajin manik-manik, Nurwakhid mengatakan, jika subsidi dicabut otomatis harga gas elpiji warna hijau tersebut akan dua kali lipat lebih mahal dari sebelumnya. Hal ini tentunya akan mengancam para pengrajin manik-manik ini mengalami kerugian cukup besar, bahkan terancam gulung tikar.
"Bisa gulung tikar karena tidak sesuai dengan hasil dan produksinya. Kita berharap kepada pemerintah, mudah-mudahan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) khususnya manik-manik ini kalau bisa subsidinya tidak dicabut. Biar bisa berjalan lancar, sebagai penggerak ekonomi desa untuk kesejahteraan masyarakat desa," tutur Nurwakhid.
Saat ini harga eceran gas elpiji ukuran 3 kilogram di Jombang berkisar Rp 18 ribu per tabung. Harga tersebut merupakan harga yang dipatok pemerintah setelah mendapatkan subsidi. Jika subsidi benar-benar dicabut, maka harganya akan naik hingga dua kali lipat dari sebelumnya.
"Kalau dibuat harganya kurang lebih menjadi sekitar Rp 35 ribuan," ungkapnya.
Diungkapkan Nurwakhid, gas elipi tersebut merupakan bahan utama yang dipakai puluhan pengrajin manik-manik di desanya. Setiap hari, tak kurang dari 15 tabung yang diperlukan oleh satu pengrajin untuk membuat ratusan manik berbagai ukuran dan model.
"Bisa dibayangkan biaya operasional dari bakar saja biasanya berkisar Rp 270 ribu sampai Rp 300 ribu. Kalau naik kan bisa dua kali lipatnya, pastinya kami akan tutup kalau gak nutut (mencukupi, red) dengan harga bahan bakarnya," bebernya.
Nurwakhid menambahkan, di desanya ada puluhan pengrajin manik-manik yang mengadalkan usahanya untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Industri tersebut sudah berjalan selama puluhan tahun secara turun temurun sebagai sumber mata pencaharian warga.
Bahkan, industri manik-manik di Desa Plumbon Gambang ini sudah melayani pesanan beberapa luar kota hingga luar negeri.
"Sejak tahun 1990 an kami rintis usaha ini, dulu pakai minyak tanah, kalau pakai elpiji ini sekitar tahun 2011 setelah subsidi minyak tanah dicabut. Sekarang kalau subsidi elpiji melon ganti dicabut, kami tidak bisa berbuat banyak selain gulung tikar," pungkasnya.
Keluarga Mampu
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebut saat ini ada sekitar 10 Juta rumah tangga mampu yang turut menikmati subsidi gas elpiji ukuran tiga kilogram.
Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Pengetahuan TNP2K, Ruddy Gobel mengatakan pemerintah harus mengalihkan subsidi dari barang ke orang.
Ia menganggap subsidi gas LPG ukuran melon saat ini tak tepat sasaran selama ini.
"Kita usulkan itu 31,4 juta keluarga. Jadi subsidi diberikan kepada keluarga 31,4 juta keluarga," kata Ruddy kepada KBR, Kamis (16/1/2020).
Ruddy Gobel mengatakan saat ini tabung gas elpiji bersubsidi (ukuran melon) berjumlah sekitar 57 juta tabung. Jutaan tabung gas bersubsidi itu dinikmati kurang lebih sekitar 41 juta rumah tangga.
"Dari 41 juta rumah tangga itu, ada kurang lebih sekitar 10 juta rumah tangga, yang merupakan kelompok yang sebetulnya tidak berhak menerima subsidi. Makanya perlu difokuskan pada 31 juta keluarga yang benar-benar dianggap membutuhkan subsidi ini," kata Ruddy.
Ruddy Gobel mengatakan harga gas LPG juga harus disesuaikan. Karena subsidi barang nanti akan dialihkan ke orang.
Ruddy Gobel memperkirakan kebijakan ini paling cepat bisa diterapkan pada semester II 2020.
"Selama ini subsidinya elpiji tiga kilo itu sebagian besar sekitar 65 persen dinikmati kelompok 50 persen terkaya. Hanya kurang lebih sekitar 30 persen itu dinikmati kelompok masyarakat, 40 persen terendah," kata Ruddy.
Oleh : Muji Lestari
Editor: Rony Sitanggang